Poliomyelitis (Penyakit Virus Polio)

07 Jul 2020 | Safira Indriani

Selayang pandang

Virus Polio adalah Virus yang termasuk dalam golongan Human Enterovirus yang bereplikasi di usus dan dikeluarkan melalui tinja. Virus Polio terdiri dari 3 strain yaitu strain-1 (Brunhilde), strain-2 (Lansig), dan strain-3 (Leon), termasuk family Picornaviridae. Penyakit ini dapat menyebabkan kelumpuhan dengan kerusakan motor neuron pada cornu anterior dari sumsum tulang belakang akibat infeksi virus.

Virus polio yang ditemukan dapat berupa virus polio vaksin/sabin,  Virus polio liar/WPV (Wild Poliovirus) dan VDPV (Vaccine Derived Poliovirus). VDVP merupakan virus polio vaksin/sabin yang mengalami mutasi dan dapat menyebabkan kelumpuhan.

VDPV diklasifikasikan dalam 3 kategori yaitu 1). Immunodeficient-related VDPV (iVDPV) berasal dari pasien imunodefisiensi, 2). Circulating VDPV (cVDPV) ketika ada bukti transmisi orang ke orang dalam masyarakat, dan 3). Ambiguous VDPV (aVDPV)  apabila tidak dapat diklasifikasikan sebagai  cVDPV atau iVDPV. Penetapan jenis virus yang dimaksud, ditentukan berdasarkan pemeriksaan laboratorium. Identifikasi VDPV berdasarkan tingkat perbedaan dari strain virus OPV. Virus polio dikategorikan sebagai VDPV apabila terdapat perbedaan lebih dari 1%  (>10 perubahan nukleotida) untuk virus polio tipe 1 dan 3, sedangkan untuk virus polio tipe 2 apabila ada perbedaan lebih dari  0,6% (>6 perubahan nukleotida).

Polio dapat menyerang pada usia berapa pun, tetapi polio terutama menyerang anak-anak di bawah usia lima tahun. Pada awal abad ke-20, polio adalah salah satu penyakit yang paling ditakuti di negara-negara industri, melumpuhkan ratusan ribu anak setiap tahun. Pada tahun 1950an dan 1960an polio telah terkendali dan praktis dihilangkan sebagai masalah kesehatan masyarakat di negara-negara industry. Hal ini setelah pengenalan vaksin yang efektif.

Pada 1988, sejak Prakarsa Pemberantasan Polio Global dimulai, lebih dari 2,5 miliar anak telah diimunisasi polio. Sekarang masih terdapat 3 negara endemis yang melaporkan penularan polio yaitu Afganistan, Pakistan dan Nigeria.

Pada Juni 2018, dilaporkan adanya kasus polio di negara tetangga Papua New Guinea, sehingga diperlukan adanya peningkatan kewaspadaan dini terhadap masuknya virus polio ke Indonesia.

 

Gejala, Tanda dan Masa Inkubasi

Masa inkubasi virus polio biasanya memakan waktu 3-6 hari, dan kelumpuhan terjadi dalam waktu 7-21 hari.

Kebanyakan orang terinfeksi (90%) tidak memiliki gejala atau gejala yang sangat ringan dan biasanya tidak dikenali. Pada kondisi lain, gejala awal yaitu demam, kelelahan, sakit kepala, muntah, kekakuan di leher dan nyeri di tungkai.

Adapun gejala Penderita polio dibagi menjadi tiga kelompok, yaitu :

  1. Polio non-paralisis dapat mnyebabkan muntah, lemah otot, demam, meningitis, letih, sakit tenggorokan, sakit kepala serta kaki, tangan, leher dan punggung terasa kaku dan sakit
  2. Polio paralisis menyebabkan sakit kepala, demam, lemah otot, kaki dan lengan terasa lemah, dan kehilangan refleks tubuh.
  3. Sindrom pasca-polio menyebabkan sulit bernapas atau menelan, sulit berkonsentrasi, lemah otot, depresi, gangguan tidur dengan kesulitan bernapas, mudah lelah dan massa otot tubuh menurun.

 

Cara Transmisi (Penularan)

Polio menyebar melalui kontak orang ke orang. Ketika seorang anak terinfeksi virus polio liar, virus masuk ke dalam tubuh melalui mulut dan berkembang biak di usus. Ini kemudian dibuang ke lingkungan melalui faeces di mana ia dapat menyebar dengan cepat melalui komunitas, terutama dalam situasi kebersihan dan sanitasi yang buruk. Virus tidak akan rentan menginfeksi dan mati bila seorang anak mendapatkan imunisasi lengkap terhadap polio. Polio dapat menyebar ketika makanan atau minuman terkontaminasi oleh feses. Ada juga bukti bahwa lalat dapat secara pasif memindahkan virus polio dari feses ke makanan. Kebanyakan orang yang terinfeksi virus polio tidak memiliki tanda-tanda penyakit dan tidak pernah sadar bahwa mereka telah terinfeksi. Orang-orang tanpa gejala ini membawa virus dalam usus mereka dan dapat “diam-diam” menyebarkan infeksi ke ribuan orang lain.

Berikut video yang menggambarkan bagaimana pola penyebaran virus polio :

 

 

Penegakan Diagnosis

  1. Kasus AFP : semua anak kurang dari 15 tahun dengan kelumpuhan yang sifatnya flaccid (layuh), proses terjadi kelumpuhan secara akut (<14 hari), serta bukan disebabkan oleh ruda paksa.
  2. Hot case adalah kasus-kasus yang sangat menyerupai polio yang ditemukan <6 bulan sejak kelumpuhan dan spesimennya tidak adekuat perlu dilakukan pengambilan sample kontak. Kategori hot case dibuat berdasarkan kondisi specimen yang tidak adekuat pada kasus yang sangat menyerupai polio.
  3. Hot case cluster adalah 2 kasus AFP atau lebih, berada dalam satu lokasi (wilayah epidemologi), beda waktu kelumpuhan satu dengan yang lainnya tidak lebih dari 1 bulan.
  4. VDPV (vaccine derived polio virus) adalah kasus polio (confirmed polio) yag disebabkan virus polio vaksin yang telah bermutasi
  5. Kasus polio pasti (confirmed polio case) : kasus AFP yang pada hasil laboratorium tinjanya ditemukan virus polio liar (VPL), cVDPV, atau hot case dengan salah satu specimen kontak VPL/VDPN
  6. Kasus polio kompatibel : kasus polio yang tidak cukup bukti untuk diklasifikasikan sebagai kasus non polio secara laboratoris (virologis) yang dikarenakan antara lain a) specimen tidak adekuat dan terdapat paralisis residual pada kunjungan ulang 60 hari setelah terjadinya kelumpuhan, b) specimen tidak adekuat dan kasus meninggal atau hilang sebelum dilakukan kunjungan ulang 60 hari. Kasus polio kompatibel hanya dapat ditetapkan oleh kelompok kerja ahli surveilans AFP nasional berdasarkan kajian data/dokumen secara klinis atau epidemologis maupun kunjungan lapangan.

 

Informasi Laboratorium

  1. Specimen AFP berupa tinja yang diambil pada kasus AFP yang lama lumpuhnya belum lebih dari 2 bulan
  2. Specimen adekuat adalah 2 spesimen dapat dikumpulkan dengan tenggang waktu minimal 24 jam
  3. Waktu pengumpulan ke 2 spesimen tidak lebih dari 14 hari sejak terjadi kelumpuhan
  4. Masing-masing spsimen minimal 8 gram (sebesar satu ruas ibu jari orang dewasa), atau 1 sendok makan bila penderita diare.
  5. Specimen pada saat diterima di laboratorium dalam keadaan :
    • 2 spesimen tidak bocor
    • 2 spesimen volumenya cukup
    • Suhu dalam speseimen karier 2-8⁰C
    • 2 spesimen tidak rusak (kering,dll)

 

Treatment/penatalaksanaan

Tidak ada obat untuk polio, yang ada hanya perawatan untuk meringankan gejala. terapi fisik digunakan untuk merangsang otot dan obat antispasmodic diberikan untuk mengendurkan otot-otot dan meningkatkan mobilitas. Meskipun ini dapat meningkatkan mobilitas, tapi tidak dapat mengobati kelumpuhan polio permanen.

Apabila sudah terkena Polio, tindakan yang dilakukan yaitu tatalaksana kasus lebih ditekankan pada tindakan suportif dan pencegahan terjadinya cacat, sehingga anggota gerak diusahakan kembali berfungsi senormal mungkin dan penderita dirawat inap selama minimal 7 hari atau sampai penderita melampaui masa akut.

Penemuan dini dan perawatan dini untuk mempercepat kesembuhan dan mencegah bertambah beratnya cacat. Kasus polio dengan gejala klinis ringan di rumah, bila gejala klinis berat diruju ke RS.

 

Faktor Risiko Kejadian Polio

  1. Data cakupan imunisasi polio, di tingkat puskesmas, desa terjangkit dan desa sekitar beresiko selama 3-5 tahun terakhir, dan tata laksana rantai dingin vaksin
  2. Frekuensi pelayanan imunisasi masyarakat setempat
  3. Ketenagaan, ketersediaan vaksin dan kualitas vaksin diantaranya penyimpanan vaksin dan control suhu penyimpanan
  4. Daerah kumuh atau padat atau daerah pengungsi
  5. Mobilitas penduduk dari dan ke daerah endemis poliomyelitis
  6. Kontak adalah anak usia < 5 tahun yang berinteraksi serumah atau sepermainan dengan kasus sejak terjadi kelumpuhan sampai 3 bulan kemudian.

 

Faktor Risiko terhadap Kelumpuhan

Secara umum, tidak semua orang yang terinfeksi polio akan menimbulkan gejala. Hal ini disebut sebagai kasus asimtomatis sama seperti yang terjadi pada COVID-19, difteri, dan malaria serta beberapa penyakit lainnya. Hal ini dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu:

1. Respon imun setiap anak yang berbeda, terutama untuk anak-anak yang telah mendapatkan vaksinasi

2. Kondisi umum anak yang berbeda seperti dari kondisi kesehatan secara umum, usia, genetik dan sebagainya.

 

Situasi di Indonesia

Setelah dilaksanakan PIN Polio tiga tahun berturut-turut pada tahun 1995, 1996 dan 1997, virus polio liar asli Indonesia (indigenous) sudah tidak ditemukan lagi sejak tahun 1996. Namun pada tanggal 13 Maret 2005 ditemukan kasus polio importasi pertama di Kecamatan Cidahu Kabupaten Sukabumi, Jawa Barat. Kasus polio tersebut berkembang menjadi KLB yang menyerang 305 orang dalam kurun waktu 2005 sampai awal 2006. KLB ini tersebar di 47 kabupaten/kota di 10 provinsi. Selain itu juga ditemukan 46 kasus Vaccine Derived Polio Virus (VDPV) yaitu kasus Polio yang disebabkan oleh virus dari vaksin, yang terjadi apabila banyak anak yang tidak di imunisasi, dimana 45 kasus di antaranya terjadi di semua kabupaten di Pulau Madura dan satu kasus terjadi di Probolinggo, Jawa Timur. Setelah dilakukan Outbreak Response Immunization (ORI), dua kali mop-up, lima kali PIN, dan dua kali Sub-PIN, KLB dapat ditanggulangi sepenuhnya. Kasus Virus Polio Liar (VPL) terakhir yang mengalami kelumpuhan ditemukan pada tanggal 20 Februari 2006 di Aceh. Sejak saat itu hingga sekarang tidak pernah lagi ditemukan kasus Polio di Indonesia.

 

Situasi Global

Kasus polio pertama kali pada 1580 – 1350 SM, Inskripsi Mesir kuno menggambarkan pendeta muda dengan kaki sebelah kiri yang memendek dan mengecil, telapak kaki pada posisi equinus, yang merupakan gambaran keadaan klinik lumpuh layu.

Total kasus kumulatif tahun 2018 sebanyak 50 kasus, 12 kasus WPV1 di Afganistan, 3 Kasus WPV1 di Pakistan, 13 kasus cVDPV2 di Republik Demokratik Kongo, 8 Kasus cDVDPV2 di Nigeria, 5 kasus cVDPV di Somalia dan 9 kasus cVDPV1 di Papua New Guinea. Jumlah kumulatif kasus polio tahun 2017 hingga tahun 2018 sebanyak 168 kasus. (Sumber: https://polioeradication.org/polio-today/polio-now/this-week/ per tanggal 4 September 2018).

 

Cara Pencegahan

Imunisasi merupakan tindakan yang paling efektif dalam mencegah penyakit polio.  Vaksin polio yang diberikan berkali-kali dapat melindungi seorang anak seumur hidup. Pencegahan penyakit polio dapat dilakukan dengan meningkatkan kesadaran masyarakat akan pentingnya pemberian imunisasi polio pada anak-anak.

Pencegahan penularan ke orang lain melalui kontak langsung (droplet) dengan menggunakan masker bagi yang sakit maupun yang sehat. Selain itu mencegah pencemaran lingkungan (fecal-oral) dan pengendalian infeksi dengan menerapkan buang air besar di jamban dan mengalirkannya ke septic tank.

 

Pencegahan dengan Vaksin Polio

Ada 4 jenis vaksin Polio, yaitu :

  1. Oral Polio Vaccine (OPV), untuk jenis vaksin ini aman, efektif dan memberikan perlindungan jangka panjang sehingga sangat efektif dalam menghentikan penularan virus. Vaksin ini diberikan secara oral. Setelah vaksin ini bereplikasi di usus dan diekskresikan, dapat menyebar ke orang lain dalam kontak dekat.
  2. Monovalent Oral Polio Vaccines (mOPV1 and mOPV3), sebelum pengembangan tOPV, OPV Monovalen (mopVs) dikembangkan pada awal tahun 1950an. Vaksin polio ini memberikan kekebalan hanya pada satu jenis dari tiga serotipe OPV, namun tidak memberikan perlindungan terhadap dua jenis lainnya. OPV Monovalen untuk virus Polio tipe 1 (mopV1) dan tipe 3 (mOPV3) dilisensikan lagi pada tahun 2005 dan akhirnya mendapatkan respon imun melawan serotipe yang lain.
  3. Bivalent Oral Polio Vaccine (bOPV), setelah April 2016, vaksin virus Polio Oral Trivalen diganti dengan vaksin virus Polio Oral Bivalen (bOPV). Bivalen OPV hanya mengandung virus serotipe 1 dan 3 yang dilemahkan, dalam jumlah yang sama seperti pada vaksin trivalen. Bivalen OPV menghasilkan respons imun yang lebih baik terhadap jenis virus Polio tipe 1 dan 3 dibandingkan dengan OPV trivalen, namun tidak memberikan kekebalan terhadap serotipe 2.
  4. Inactivated Polio Vaccine (IPV), sebelum bulan April 2016, vaksin virus Polio Oral Trival (topV) adalah vaksin utama yang digunakan untuk imunisasi rutin terhadap virus Polio. Dikembangkan pada tahun 1950 oleh Albert Sabin, tOPV terdiri dari campuran virus polio hidup dan dilemahkan dari ketiga serotipe tersebut. tOPV tidak mahal, efektif dan memberikan perlindungan jangka panjang untuk ketiga serotipe virus Polio. Vaksin Trivalen ditarik pada bulan April 2016 dan diganti dengan vaksin virus Polio Oral Bivalen (bOPV), yang hanya mengandung virus dilemahkan vaksin tipe 1 dan 3.

 

Frequently Asked Questions (FAQ / Pertanyaan yang sering diajukan)

  1. Apa itu Polio?

Poliomielitis (polio) adalah penyakit yang sangat menular yang disebabkan oleh virus polio. Ini menyerang sistem saraf, dan dapat menyebabkan kelumpuhan atau bahkan kematian dalam hitungan jam

  1. Bagaimana polio dapat menular?

Virus polio memasuki tubuh melalui mulut, dalam air atau makanan yang telah terkontaminasi dengan bahan feses dari orang yang terinfeksi. Virus berkembang biak di usus dan diekskresikan oleh orang yang terinfeksi di faeses, yang dapat menularkan virus ke yang lain.

  1. Apakah gejala polio?

Gejala awal polio adalah demam, kelelahan, sakit kepala, muntah, kekakuan di leher dan nyeri pada anggota badan

  1. Siapa yang beresiko terkena polio?

Yang berisiko terkena polio terutama menyerang anak-anak di bawah usia 5 tahun.

  1. Apa efek dari polio?

Satu dari setiap 200 orang yang terinfeksi polio menyebabkan kelumpuhan ireversibel (biasanya di kaki). Di antara mereka yang lumpuh, 5% -10% meninggal ketika otot-otot pernapasan mereka tidak dapat digerakkan oleh virus.

  1. Apakah ada obat untuk polio?

Tidak ada obat untuk polio. Polio hanya bisa dicegah dengan imunisasi. Vaksin aman dan efektif ada – vaksin polio oral (OPV) dan vaksin polio yang tidak aktif (IPV).