Menelusuri Jejak Perjalanan Penyakit Virus Zika

24 Sep 2018 | Admin [caption id="" align="aligncenter" width="720"] Sumber: http://www.bayi7.com/[/caption] Virus Zika pertama kali ditemukan di Uganda pada tahun 1947 dan lima tahun kemudian dilaporkan pertama kali adanya infeksi Virus Zika pada manusia di Uganda dan Republik Kesatuan Tanzania di tahun 1952. Diikuti dengan beberapa outbreak yang pernah terjadi di Afrika, Amerika, dan Asia Pasifik pada tahun-tahun setelahnya. Outbreak Virus Zika yang tercatat pertama kali dilaporkan di Island of Yap pada tahun 2007, dilanjutkan dengan outbreak di French Polynesia dan negara lain di Pasifik Barat pada tahun 2013, dan di Brazil pada tahun 2015 – 2016. Kemudian dalam waktu singkat, juga dilaporkan kasus penyakit Virus Zika dari berbagai negara di Amerika, Afrika, dan belahan dunia lainnya.[1] Outbreak penyakit Virus Zika yang terjadi di Brazil sejak awal tahun 2015 mendorong World Health Organization (WHO) untuk menetapkan Penyakit Virus Zika sebagai kedaruratan kesehatan masyarakat yang meresahkan dunia (KKMD) pada tanggal 1 Februari 2016.[2] Hal ini berdasarkan pertimbangan komite kedaruratan yang menilai besaran masalah infeksi Virus Zika memiliki dampak yang cukup besar  bagi masyarakat dunia dan membutuhkan kerjasama internasional. Penyakit Virus Zika merupakan penyakit tular vektor yang ditularkan melalui gigitan nyamuk dari genus Aedes, utamanya Aedes aegypti yang telah terinfeksi sedangkan Virus Zika merupakan salah satu jenis arbovirus dari genus Flavivirus dan memiliki hubungan philogenetik yang sangat erat dengan arbovirus lainnya seperti Dengue, Demam Kuning, Japanes Enchepalitis, dan West Nile Virus. Sirkulasi Virus Zika di Asia masih belum dapat diketahui dengan jelas. Sebelumnya, isolasi Virus Zika pertama kali ditemukan dalam tubuh nyamuk di Malaysia pada tahun 1966. Pada periode tahun 1950-1990 tercatat pula adanya penelitian mengenai serologi Virus Zika pada tubuh manusia yang ditemukan di India, Indonesia, Malaysia, Pakistan, Filipina, dan Vietnam. Adapun kasus konfirmasi pertama penyakit Virus Zika yang muncul dari dalam wilayah (autochthonous) pernah dilaporkan di Kamboja pada tahun 2010. Penelitian retrospektif yang dilakukan di Kamboja untuk kasus konfirmasi tersebut mendapati adanya sampel serum positif Virus Zika yang diperoleh dari tahun 2007 di Kamboja bersamaan dengan outbreak besar di Island of Yap saat itu. Outbreak besar penyakit Virus Zika lainnya yang pernah terjadi di kawasan Asia Tenggara yaitu outbreak di Thailand, Singapura, Malaysia, dan Vietnam pada tahun 2016. Dilaporkan strain virus yang bersirkulasi di Singapura dan Thailand berbeda dari strain Virus Zika yang menyebabkan outbreak Zika di Brazil. Walaupun demikian, kasus mikrosefali yang berhubungan dengan infeksi Virus Zika pada bayi baru lahir yang terjadi di Brazil juga dilaporkan dari Thailand (dua kasus mikrosefali) dan Vietnam (satu kasus mikrosefali).[3] Identifikasi Virus Zika sangat jarang dilakukan karena tanda dan gejala yang muncul sangat ringan (80% asymptomatic). Di samping itu adanya kemungkinan terjadinya reaksi silang dalam pemeriksaan Flafivirus terkadang memberikan hasil positif Dengue palsu atau virus dari kelompok arbovirus lainnya. Sebelum outbreak di Brazil tahun 2016, Penyakit Virus Zika sendiri belum terlalu mendapat perhatian, namun dalam perkembangannya penyakit Virus Zika  dilaporkan memiliki hubungan yang bermakna dengan kejadian Guillain-Barré sindrom (GBS) dan mikrosefali pada bayi yang baru lahir dari ibu yang baru terinfeksi Virus Zika saat awal kehamilan. Di samping itu manifestasi penyakit Virus Zika juga dapat menyebabkan gangguan neurologis lainnya seperti kejang (seizure) dan epilepsi.[4] Komplikasi Virus Zika lainnya masih belum diketahui dengan jelas, selain gangguan mikrosefali, GBS dan gangguan neurologis lainnya, diduga infeksi virus Zika dapat menyebabkan kerusakan pada mata. Singh PK pernah melakukan penelitian dengan uji coba terhadap tikus yang membuktikan bila Virus Zika dapat menyebabkan lesi pada retina mata dan menginfeksi sel linin BRB; ISG15 pada mata tikus.[5] Hingga saat ini penularan utama Virus Zika terjadi melalui gigitan nyamuk Aedes (Ae. aegypti, Ae. albopictus, dan Ae. hensilli). Ae aegypti dapat menularkan virus Zika secara vertikal kepada telurnya, selain itu nyamuk Ae.aegypti mampu menularkan Virus Zika dan Virus Chikungunya dalam satu gigitan.[6] Disamping itu juga pernah dilaporkan adanya penularan penyakit Virus Zika melalui hubungan seksual. Virus Zika infeksius dapat bertahan pada semen pria sampai 69 hari dan dua hari pada organ kelamin wanita sejak munculnya tanda dan gejala awal.[7] Di lain sisi, penelitian yang dilakukan oleh Cavalcanti et.al.,pernah mencatat adanya penularan virus Zika melalui air susu ibu yang namun dengan bukti yang masih sangat terbatas dan dibutuhkan penelitian lebih jauh.[8] Kemudian ada potensi penularan Virus Zika melalui transfusi darah, hal ini didukung dengan laporan dari beberapa negara yang mendeteksi ribonucleic acid (RNA) Virus Zika di dalam bank donor darah seperti French Polynesia (2,8% dari bank donor darah positif mengandung virus Zika di tahun 2014), Puerto Rico (1,1 % dari bank donor darah positif mengandung virus Zika di tahun 2016), dan Florida serta Texas (USA). Perkembangan vaksin dan untuk penyakit Virus Zika sejauh ini dilaporkan sebanyak 40 kandidat vaksin Virus Zika. Namun, dalam satu tahun terakhir telah dilakukan uji klinis fase I vaksin dengan DNA virus Zika, sedangkan untuk pengobatan dan perawatan penyakit Virus Zika masih belum ada pengobatan spesifik hingga saat ini.[7] Sampai dengan 20 Juli 2018 sebanyak 86 negara melaporkan adanya bukti keberadaan vektor nyamuk Aedes dan kemungkinan transmisi penularan yang masih berlangsung. Di dalam perjalananya, klasifikasi area untuk Virus Zika dibagi ke dalam empat kategori yaitu, 1) adalah wilayah atau negara yang baru mengalami atau mengalami kembali dan dilaporkan terjadi penularan aktif yang sedang berjalan; 2) wilayah atau negara dengan bukti sirkulasi virus sebelum 2015 atau area yang sedang terjadi penularan tapi tidak ada fase penularan baru atau penularan kembali, tetapi tidak ada bukti berakhirnya penularan; 3) wilayah atau negara yang telah selesai mengalami penularan dan ada potensi penularan pada masa yang akan datang; 4) wilayah atau negara dengan vektor yang berkompeten untuk terjadi penularan tapi tidak diketahui dokumentasi penularan sebelumnya dan saat ini.[9] hingga saat ini Indonesia termasuk kedalam kategori dua. Pencegahan dan pengendalian penyakit Virus Zika yang dapat dilakukan adalah dengan menghindari gigitan nyamuk dan membasmi tempat perindukan nyamuk, menggunakan alat pengaman dengan benar selama melakukan kontak seksual atau tidak melakukan hubungan seksual 6 bulan bila salah satu pasangan pernah berkunjung ke negara terjangkit virus Zika, dan selalu menerapkan hidup bersih dan sehat (PHBS).   Citation:
  1. 2018. Zika Virus. Diakses melalui: http://www.who.int/news-room/fact-sheets/detail/zika-virus
  2. 2016. WHO statement on the first meeting of the International Health Regulations (2005) (IHR 2005) Emergency Committee on Zika virus and observed increase in neurological disorders and neonatal malformations. Diakses melalui: http://www.who.int/news-room/detail/01-02-2016-who-statement-on-the-first-meeting-of-the-international-health-regulations-(2005)-(ihr-2005)-emergency-committee-on-zika-virus-and-observed-increase-in-neurological-disorders-and-neonatal-malformations
  3. Lim, SK et al. 2017. An update on Zika virus in Asia. Infect Chemother 2017;49(2):91-100. Diakses melalui : https://doi.org/10.3947/ic.2017.49.2.91
  4. Pastula, Daniel M. et al. 2017. Enhanced Epilepsy surveillance and awareness in the age of Zika. JAMA Neurol2017;74(6):631-632. doi:10.1001/jamaneurol.2017.0215.
  5. Singh, Pawan Kumar et al. 2017. Zika Virus Infects Cells Lining The Blood-Retinal Barrier and Causes Chorioretinal Atrophy in Mouse Eye JCI Insight. 2017;2(4):e92340. doi:10.1172/jci.insight.92340
  6. Göertz GP, et al. 2017. Mosquito co-infection with Zika and Chikungunya virus allows simultaneous transmission without affecting vector competence of Aedes Aegypti. PLoS Neglected Tropical Diseases
  7. Baud, David et al. 2018. An update on Zika virus infection. The Lancet vol: 390, page: 2099-2107.
  8. Cavalcanti, Marta G., et al. 2017. Zika virus shedding in human milk during lactation: an unlikely source of infection?. Int J InfectDis. 2017 Apr;57:70-72. doi: 10.1016/j.ijid.2017.01.042. diakses melalui : https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/28188933
  9. WHO, 2018. Zika virus classification tables. Diakses melalui : http://www.who.int/emergencies/zika-virus/classification-tables/en/