Frequently Asked Questions (FAQ) Crimean Congo Haemorrhagic Fever (CCHF)

11 Mar 2025 | Admin Infem
Apa itu Demam Kongo (Crimean-Congo Haemorrhagic Fever)?

Demam Kongo atau dikenal dengan Crimean-Congo Haemorrhagic Fever (CCHF) adalah demam berdarah yang disebabkan oleh Nairovirus (termasuk dalam famili Bunyaviridae) yang dapat ditularkan oleh kutu dari genus Hyalomma. Virus ini dapat menyebabkan wabah dan menjadi epidemi di suatu wilayah dengan angka kematian 10-40%.

Apakah CCHF merupakan penyakit baru?

Tidak, penyakit ini pertama kali ditemukan di Semenanjung Krimea pada tahun 1944 (disebut Crimean haemorrhagic fever). Pada tahun 1969, diidentifikasi bahwa patogen penyebab penyakit tersebut sama dengan penyebab penyakit di Congo Basin pada tahun 1956. Sehingga, penyakit ini disebut CrimeanCongo haemorrhagic fever.

Bagaimana situasi terkini persebaran CCHF di dunia?

CCHF bersifat endemis di Timur Tengah, negara-negara Balkan, Timur Tengah, Asia, dan benua Afrika. Kasus CCHF pada manusia tersebar secara sporadik di beberapa negara seperti Afghanistan, Iran, Iraq, Kuwait, Oman, Pakistan, Arab Saudi, Sudan, dan Uni Emirat Arab. Perdagangan hewan dan kulit hewan dan penyembelihan hewan ternak di negara-negara tersebut berperan dalam persebaran CCHF. Sebagian besar kasus infeksi CCHF pada manusia yang dilaporkan, terjadi pada pekerja di sektor pertanian dan peternakan. Selain itu, infeksi sekunder juga terjadi pada tenaga Kesehatan di fasilitas layanan kesehatan.

Di Timur Tengah, beberapa negara melaporkan CCHF sepanjang tahun. Di Afghanistan pada tahun 2022 total kasus dilaporkan sebanyak 389 kasus (103 di antaranya terkonfirmasi laboratorium) dengan 15 kematian (CFR 3,8%). Pada tahun 2023, hingga minggu ke-37 jumlah kasus sebanyak 1.073 kasus (352 diantaranya terkonfirmasi laboratorium) dengan 104 kematian(CFR 9,69%). Selain itu, Pakistan melaporkan 6 kasus CCHF di minggu 35 tahun 2023.

Wabah CCHF pernah dilaporkan di Iraq pada tahun 2022. Iraq melaporkan 212 kasus (terdiri dari 115 (54%) suspek dan 97 (46%) konfirmasi) dengan 27 kematian (14 suspek dan 13 konfirmasi) selama periode 1 Januari-22 Mei 2022. Angka yang dilaporkan selama periode tersebut mengalami peningkatan jika dibandingkan dengan laporan selama tahun 2021 sebanyak 22 kasus.

Bagaimana situasi CCHF di Indonesia?

Hingga saat ini, belum pernah dilaporkan kasus konfirmasi CCHF di Indonesia dan di negara sekitar Indonesia.

Apa saja gejala dan tanda seseorang terkena CCHF?

Diperkirakan sekitar 80% infeksi Nairovirus bersifat subklinis (tidak menimbulkan gejala). Pada pasien simtomatis, gejala awal bersifat non-spesifik dan sering menyerupai penyakit lainnya seperti demam berdarah dengue, malaria, tifoid, shigellosis, dan penyakit lainnya.

Munculnya gejala awal (pre-hemoragik) dapat terjadi tiba-tiba, dengan manifestasi demam, nyeri otot, pusing, nyeri leher, sakit punggung, sakit kepala, sakit mata, dan fotofobia (kepekaan terhadap cahaya). Dapat pula disertai mual, muntah, diare, sakit perut, dan sakit tenggorokan, diikuti dengan perubahan emosi yang tiba-tiba dan kebingungan. Setelah 2-4 hari, perubahan emosi berubah menjadi rasa kantuk, depresi dan lesu, dan nyeri perut (terlokalisir di kuadran kanan atas), dengan deteksi hepatomegali (pembesaran hati)

Gejala klinis lainnya pada fase hemoragik yaitu takikardia (detak jantung cepat), limfadenopati (pembesaran kelenjar getah bening), dan ruam petekie (pendarahan ke dalam kulit) pada permukaan mukosa internal, seperti di mulut dan tenggorokan, dan pada kulit. Petekie dapat menyebabkan ruam yang lebih besar (ekimosis), dan hemoragik lainnya. Pada umumnya, ditemukan bukti adanya hepatitis, dan pada pasien yang sakit parah mungkin mengalami kerusakan ginjal yang cepat, gagal hati mendadak atau gagal paru setelah hari ke-5 sakit.

Bagaimana penularan CCHF terjadi?

Nairovirus penyebab CCHF dapat ditularkan ke manusia baik melalui gigitan kutu atau melalui kontak dengan darah atau jaringan hewan yang terinfeksi selama dan setelah penyembelihan hewan ternak.

Penularan dari manusia ke manusia juga dapat terjadi akibat kontak dekat dengan darah, sekresi, organ atau cairan tubuh lain dari orang yang terinfeksi. Selain itu, infeksi yang didapat di fasilitas kesehatan juga dapat terjadi karena sterilisasi peralatan medis yang tidak tepat, penggunaan jarum suntik berulang dan kontaminasi peralatan medis.

Berapa lama waktu seseorang akan timbul gejala setelah terpapar Nairovirus?

Masa inkubasi (timbul gejala) bersifat variatif pada rentang 2-14 hari. Lamanya masa inkubasi tergantung pada cara penularan virus. Jika infeksi terjadi karena gigitan kutu, masa inkubasi biasanya 1-3 hari, dengan maksimal 9 hari. Sedangkan masa inkubasi akibat terpapar kontak dengan darah atau jaringan yang terinfeksi biasanya 5-6 hari, dengan maksimum 13 hari. Menyebabkan peningkatan penularan secara masif di suatu daerah dan dapat mengakibatkan wabah.

Apakah saya bisa tertular CCHF dari hewan ternak?

Host Nairovirus penyebab CCHF mencakup berbagai hewan liar dan domestik seperti sapi, domba, kambing, dan burung unta (di daerah endemis). Hewan menjadi terinfeksi karena gigitan kutu (genus Hyalomma) yang terinfeksi Nairovirus. Virus tetap berada dalam aliran darah hewan selama sekitar 1 minggu setelah infeksi. Nairovirus dapat menular ke manusia melalui kontak dengan darah atau jaringan hewan ternak pada saat atau setelah penyembelihan.

Bagaimana cara mengetahui atau mengonfirmasi seseorang terinfeksi Nairovirus?

Diagnosis CCHF dapat dilakukan melalui pemeriksaan laboratorium yang meliputi

- Enzyme-linked immunosorbent assay (ELISA),

- Tes deteksi antigen,

- Serum neutralization,

- Reverse transcriptase polymerase chain reaction (RT-PCR) assay, dan

- Isolasi virus dengan kultur sel.

Apakah sudah ada pengobatan terhadap CCHF?

Pengobatan lebih bersifat suportif dan mengobati gejala (simtomatif). Antivirus ribavirin telah digunakan sebagai pengobatan CCHF dan dinilai efektif (formulasi oral dan intravena).

Bagaimana cara mencegah terpapar CCHF?

1. Mengurangi risiko penularan dari kutu ke manusia dengan memakai pakaian tertutup (lengan panjang dan celana panjang) dan berwarna terang untuk  memudahkan melihat kutu pada pakaian, serta menggunakan obat pembasmi serangga yang aman.

2. Memakai sarung tangan dan pakaian pelindung lainnya saat kontak dengan hewan atau jaringan hewan ternak di daerah endemik (prosedur penyembelihan, pemotongan, dan pemusnahan) baik di rumah maupun rumah pemotongan hewan.

3. Memastikan kebersihan dan kesehatan hewan ternak secara rutin dan sebelum pemotongan hewan ternak.

4. Menghindari kontak dengan orang yang dicurigai atau terinfeksi termasuk cairan tubuhnya.

5. Bagi petugas kesehatan dan petugas laboratorium, terapkan pencegahan dan pengendalian infeksi (PPI) saat merawat pasien yang dicurigai CCHF dan tatalaksana penanganan sampel cairan dan jaringan tubuh.

6. Menunda perjalanan pada wilayah yang saat ini terjadi wabah. Bila tidak memungkinkan, perhatikan risiko dan anjuran pemerintah wilayah/negara tujuan.

Apakah pasien CCHF dapat sembuh?

CCHF memiliki angka kematian 10-40%. Pada pasien yang sembuh, perbaikan klinis biasanya terjadi pada hari ke-9 hingga 10 sejak munculnya gejala.

Apakah sudah ada vaksin untuk mencegah terpapar virus CCHF?

Hingga saat ini, tidak ada vaksin yang tersedia secara luas untuk penggunaan pada manusia maupun hewan. Dengan tidak adanya vaksin, satu-satunya cara untuk mengurangi infeksi pada manusia adalah dengan meningkatkan kesadaran akan faktor risiko dan mengedukasi masyarakat tentang upaya untuk mengurangi paparan virus.

Siapakah orang yang berisiko tertular Nairovirus penyebab CCHF?

Sebagian besar kasus CCHF terjadi pada orang dengan pekerjaan di industri peternakan, seperti pekerja pertanian, karyawan rumah jagal, dan dokter hewan. Selain itu, petugas kesehatan yang merawat pasien CCHF dan petugas laboratorium yang menangani sampel diagnosis CCHF tanpa menerapkan upaya pencegahan dan pengendalian infeksi (PPI) berisiko untuk terpapar Nairovirus penyebab CCHF. 

Update 11 Maret 2025. FAQ ini akan diupdate sesuai dengan perkembangan situasi.