Demam kuning (Yellow Fever) adalah penyakit demam berdarah (hemoragik) virus akut yang ditularkan oleh nyamuk yang terinfeksi virus penyebab Demam Kuning. Penyebab penyakit Demam Kuning adalah virus yellow fever yang tergolong dalam genus Flavivirus, kelompok besar virus RNA. Di kawasan hutan, secara alamiah virus demam kuning hidup dan memperbanyak diri pada tubuh hewan primata, biasanya monyet dan simpanse. Virus ini dapat ditularkan ke manusia melalui perantara (vektor) nyamuk. Demam kuning merupakan penyakit endemik di daerah tropis Afrika serta Amerika Tengah dan Amerika Selatan. Nyamuk perantara penyakit Demam Kuning di kawasan hutan Afrika adalah Aedes africanus (terutama) dan spesies Aedes lainnya. Di Amerika Selatan, vektor utamanya adalah spesies Haemagogus dan Sabethes. Di daerah perkotaan dari Afrika dan Amerika Selatan, vektornya adalah Aedes aegypti. Penyakit ini merupakan salah satu penyakit menular yang berbahaya. Tingkat kematian penyakit ini berkisar 20-50%, namun pada kasus berat dapat lebih dari 50%.
Demam kuning merupakan penyakit endemik di daerah tropis dan subtropis Afrika dan Amerika Selatan. Situasi epidemiologi Demam Kuning berbeda di setiap benua, walaupun disebabkan oleh virus yang sama. Di Amerika Serikat, Demam Kuning banyak terjadi pada pekerja hutan. Sedangkan di Afrika, Demam Kuning banyak terjadi pada populasi di pedesaan dan perkotaan dengan cakupan imunisasi rendah.
WHO mencatat terdapat sekitar 47 negara, yang meliputi 34 negara di Afrika dan 13 negara di Amerika Selatan merupakan endemik Demam Kuning. Dua puluh tujuh di antara negara Afrika diklasifikasikan sebagai negara dengan risiko tinggi Demam Kuning oleh Eliminate Yellow Fever (EYE). Dari Januari 2021 hingga 7 Juni 2023 terdapat total 281 kasus konfirmasi dan 40 kematian yang dilaporkan dari 12 negara WHO Regional Afrika [AFRO] dan 3 negara WHO Regional Amerika [PAHO] (CFR: 14,23%).
Sampai saat ini belum pernah dilaporkan kasus konfirmasi penyakit Demam Kuning di Indonesia. Belum pernah dilaporkan keberadaan vektor nyamuk Haemagogus dan Sabethes di Indonesia. Risiko importasi sedang bagi Indonesia, hal ini dikarenakan Indonesia memberlakukan syarat bagi pelaku perjalanan yang menuju dan datang dari negara terjangkit harus memiliki sertifikat vaksinasi yang masih valid.
Setelah kontak dengan nyamuk yang terinfeksi, virus akan mengalami masa inkubasi di dalam tubuh selama 3 sampai 6 hari diikuti oleh infeksi yang dapat terjadi selama satu atau dua tahap. Fase pertama adalah fase akut. Fase ini biasanya menyebabkan demam, nyeri otot terutama pada bagian punggung, sakit kepala, menggigil, kehilangan nafsu makan, dan mual atau muntah. Sebagian besar pasien akan pulih setelah 3 sampai 4 hari. Namun, sebanyak 15% dari pasien akan memasuki fase kedua yang lebih beracun dalam waktu 24 jam. Fase kedua ditandai dengan kerusakan hati dengan jaundis/ikterik atau kulit menjadi berwarna kuning, urin gelap, sakit perut, gagal ginjal, meningitis dan akhirnya dapat mengakibatkan kematian. Setengah dari pasien yang mengalami fase beracun meninggal dalam waktu 7 sampai 10 hari, sisanya sembuh tanpa kerusakan organ yang signifikan.
Tipe Sylvatic (Jungle Yellow Fever)
1. Terjadi di hutan hujan tropis.
2. Nyamuk menggigit monyet yang terinfeksi virus demam kuning.
3. Kemudian nyamuk ini biasanya akan menggigit monyet lain atau manusia yang masuk ke hutan.
Tipe Intermediet
Virus dapat ditularkan dari monyet ke manusia atau dari manusia ke manusia melalui nyamuk semi-domestik (yang berkembang biak di alam liar atau sekitar permukiman). Peningkatan kontak antara manusia dan nyamuk yang terinfeksi menyebabkan peningkatan penularan secara masif di suatu daerah dan dapat mengakibatkan wabah. Sehingga, tipe ini paling sering menyebabkan kejadian wabah di Afrika.
Tipe Perkotaan
Penularan virus antar manusia melalui nyamuk, terutama Aedes Aegypti. Jenis transmisi ini sangat rentan menyebabkan epidemi penyakit demam kuning dalam area yang lebih luas. Masyarakat akan menjadi rentan ketika tidak memiliki kekebalan karena kurangnya vaksinasi.
Siapa saja dapat terserang demam kuning, tetapi orang lanjut usia memiliki risiko lebih tinggi mengalami infeksi parah.
Demam Kuning memiliki berbagai tanda klinis mulai dari tidak terdapat gejala (asimtomatik), ringan, hingga berat. Demam Kuning memiliki karakteristik sebagai berikut.
Fase Akut
Berlangsung selama 4-5 hari dengan manifestasi klinis demam, nyeri otot terutama pada bagian punggung, sakit kepala, menggigil, kehilangan nafsu makan, dan mual atau muntah. Sebagian besar pasien akan pulih setelah 3 sampai 4 hari.
Fase toksik
Sebanyak 15% dari pasien akan memasuki fase kedua yang lebih berat dalam waktu 24 jam setelah pulih dari gejala awal. Fase kedua ditandai dengan demam tinggi kembali, kerusakan hati dengan jaundis/ikterik atau kulit menjadi berwarna kuning, urin berwarna gelap, produksi urin berkurang (oliguria), sakit perut, gagal ginjal, meningitis dan akhirnya dapat mengakibatkan kematian. Setengah dari pasien yang mengalami fase toksik meninggal dalam waktu 7 sampai 10 hari, sisanya sembuh tanpa kerusakan organ yang signifikan.
Pada umumnya, tipe penularan Demam Kuning mengikuti kondisi geografis atau sesuai zona penularan.
Zona Endemis
Merupakan area dimana virus Demam Kuning terus menerus ada. Zona ini termasuk area hutan yang merupakan tempat sirkulasi virus Demam Kuning pada nyamuk dan monyet.
Zona Intermediet atau Emergensi
Merupakan area di luar zona endemis yang di dalamnya terdapat aktivitas kehidupan manusia seperti desa, perkebunan, area penggembalaan atau tinggal di ladang/savana. Wilayah ini meningkatkan potensi penularan dari manusia ke manusia melalui gigitan nyamuk yang terinfeksi di wilayah endemis. Virus Demam Kuning tinggal dalam telur nyamuk sepanjang musim kering dan aktif di musim hujan.
Zona Risiko Tinggi
Merupakan area yang berpotensi epidemi karena manusia terinfeksi Demam Kuning setelah digigit oleh nyamuk Aedes Aegypti sehingga nyamuk menjadi vektor Demam Kuning. Nyamuk menyebarkan Demam Kuning ketika menggigit manusia yang belum terinfeksi.
Saat ini tidak ada pengobatan antivirus yang spesifik untuk Demam Kuning, sebagian besar pasien yang mengalami gejala Demam Kuning ringan akan hilang dalam waktu tiga sampai empat hari. Terapi suportif ditujukan langsung untuk memperbaiki kehilangan cairan dan mempertahankan stabilitas hemodinamik.
Demam Kuning merupakan salah satu penyakit menular yang berbahaya yang berpotensi mengancam keamanaan kesehatan global. Tingkat kematian yang disebabkan oleh Demam Kuning di antara 20-50%, namun pada kasus berat dapat melebihi 50%.
Pengendalian Vektor
1. Pemberantasan Sarang Nyamuk dengan Menguras, Menutup, dan Memafaatkan/Mendaur ulang, ditambah dengan upaya mekanik lain yang terbukti bermanfaat (PSN 3M Plus), serta menaburkan bubuk larvasida (abate) di tempat yang sulit dijangkau.
2. Pengendalian secara biologi dengan menggunakan agent biologi, seperti pemangsa jentik (ikan cupang, tampalo, dll), pembudidayaan tanaman pengusir nyamuk (lavender, sereh, dll), serta insektisida biologi.
3. Pengendalian secara kimiawi menggunakan insektisida kimia.
4. Pengendalian vektor secara terpadu (PVT) dengan memadukan berbagai metode baik fisik, biologi, maupun kimia yang melibatkan lintas program dan lintas sektor.
Penyakit Demam Kuning dapat dicegah melalui vaksin. Dosis tunggal vaksin Demam Kuning sudah cukup untuk memberikan kekebalan yang berkelanjutan dan perlindungan terhadap penyakit demam kuning sehingga tidak memerlukan dosis vaksin booster. Berikut ini adalah tata cara pemberian vaksin Demam Kuning.
Vaksinasi Demam Kuning harus dilakukan oleh pelaku perjalanan yang akan bepergian atau tinggal di negara/wilayah negara endemis dan/atau terjangkit kejadian luar biasa Demam Kuning. Vaksinasi ini dilakukan selambat-lambatnya 10 hari sebelum berangkat. Vaksinasi Demam Kuning dapat dilakukan di Kantor Kesehatan Pelabuhan terdekat.
Efek samping dari vaksin Demam Kuning jarang terjadi. Orang orang yang biasanya tidak termasuk target vaksinasi Demam Kuning, yaitu bayi berusia <6 bulan, orang dengan alergi parah terhadap protein telur, ayam atau gelatin. Selain itu orang dengan immunodeficiency seperti HIV/AIDS, kanker, atau dengan kondisi medis tertentu, thymus disorder, berusia 60 tahun ke atas, bayi berusia 6-8 bulan, ibu hamil dan menyusui harus berkonsultasi terlebih dahulu dengan tenaga kesehatan untuk menerima vaksin dengan aman.
Update 7 Maret 2025. FAQ ini akan diupdate sesuai dengan perkembangan situasi.
KEMENTERIAN
KESEHATAN RI
Direktorat Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit
Direktorat Surveilans dan Kekarantinaan Kesehatan
Tim Kerja
Penyakit Infeksi Emerging
Gedung Adhyatma
Lantai 6
Jl. H.R. Rasuna Said Blok X.5 Kav. 4-9, Kota Jakarta Selatan, DKI Jakarta 12950
Berlangganan
Jangan Lewatkan Berita terbaru Media informasi penyakit infeksi emerging
Korespondensi :
[email protected]