Penyakit virus Marburg merupakan penyakit demam berdarah yang disebabkan oleh virus Marburg (termasuk dalam famili filovirus yang merupakan satu famili dengan virus Ebola) yang dapat ditularkan dari kelelawar dan antar manusia. Penyakit ini bersifat jarang namun dapat mengakibatkan wabah dengan angka kematian yang besar (24-88% atau sekitar 50%)
Tidak, virus Marburg pertama kali diidentifikasi pada tahun 1967 secara bersamaan di Marburg dan Frankfurt di Jerman dan di Belgrade, Serbia. Setelah temuan kasus tersebut, dilaporkan wabah dan kasus sporadis di Angola, RD Kongo, Kenya, Afrika Selatan, dan Uganda.
Sejak tahun 1967 hingga saat ini, telah dilaporkan sebanyak 593 kasus konfirmasi penyakit virus Marburg dengan 481 kematian (CFR: 81%) yang tersebar pada berbagai negara di dunia baik di wilayah Afrika, Amerika, maupun Eropa. Tiga negara dengan pelaporan tertinggi kasus penyakit virus Marburg sejak tahun 1967 adalah Angola (374 kasus), RD Kongo (154 kasus), dan Jerman (29 kasus).
Saat ini, wabah penyakit virus Marburg sedang terjadi di dua negara:
Hingga saat ini, belum pernah dilaporkan kasus konfirmasi penyakit virus Marburg di Indonesia dan di negara sekitar Indonesia sehingga risiko importasi penyakit virus Marburg di Indonesia rendah.
Gejala penyakit virus Marburg dapat muncul secara tiba-tiba, dengan demam tinggi, sakit kepala parah, malaise parah, dan nyeri otot. Pada hari ketiga, seseorang dapat mengalami diare berair yang parah, nyeri perut, kram, mual dan muntah dimana diare dapat bertahan selama seminggu. Selain itu, pada fase ini seseorang dapat terlihat memiliki mata cekung. Pada 2-7 hari setelah awal gejala, ruam yang tidak gatal dapat timbul.
Gejala berat berupa perdarahan dapat terjadi pada hari kelima hingga ketujuh, dan pada kasus fatal perdarahan terjadi di beberapa area. Perdarahan dapat terjadi di hidung, gusi, dan vagina serta dapat keluar melalui muntah dan pada feses. Selama fase penyakit yang berat, pasien menderita demam tinggi, dan gangguan pada sistem saraf pusat sehingga dapat mengalami kebingungan dan mudah marah. Orkitis (radang testis) telah dilaporkan kadang-kadang pada fase akhir penyakit (15 hari).
Dalam kasus yang fatal, kematian paling sering terjadi antara 8 dan 9 hari setelah timbulnya gejala, biasanya didahului oleh kehilangan darah yang parah dan syok.
Terhadap wabah terakhir yang sedang berlangsung di Guinea Ekuatorial, gejala yang dialami kasus konfirmasi dan kasus suspek adalah demam, fatigue, muntah darah, dan diare. Sementara untuk wabah di Tanzania, gejala yang dilaporkan adalah demam, muntah, perdarahan, dan gagal ginjal
Waktu timbulnya gejala (masa inkubasi) bersifat variatif atau berbeda pada setiap orang. Umumnya seseorang akan timbul gejala 2-21 hari setelah terpapar virus Marburg.
Virus Marburg dapat ditularkan dari satu orang ke orang yang lain melalui darah dan cairan tubuh lainnya (termasuk urin, saliva/air liur, keringat, feses/tinja, bekas muntahan, ASI, dan cairan semen/sperma) dari manusia baik masih hidup atau sudah meninggal yang terinfeksi virus Marburg. Virus Marburg dapat masuk melalui kulit yang terluka atau membran mukosa yang tidak terlindungi seperti mata, hidung, dan mulut.
Selain itu, virus ini juga dapat menyebar melalui alat-alat seperti pakaian, tempat tidur dan perlengkapannya, jarum suntik, serta alat medis yang telah terkontaminasi dengan darah atau cairan tubuh dari seseorang yang terinfeksi virus Marburg.
Dalam beberapa kasus, virus Marburg dapat ditularkan melalui cairan semen dari seseorang yang sembuh dari penyakit virus Marburg. Penularan dapat terjadi baik melalui oral, vaginal, atau seks anal.
Kelompok yang berisiko tertular virus Marburg adalah keluarga dan petugas medis yang merawat pasien yang terkena penyakit virus Marburg tanpa menerapkan upaya pencegahan dan pengendalian infeksi (PPI).
Selain itu, seseorang dengan riwayat perjalanan pada negara endemis di Afrika dan memiliki kontak dengan kelelawar buah (Rousettus aegyptiacus) atau memasuki gua/tambang yang menjadi tempat tinggal kelelawar tersebut.
Kelelawar buah jenis Rousettus aegyptiacus diperkirakan merupakan inang reservoir alamiah dari virus Marburg. Namun hingga saat ini belum ada penyakit yang jelas pada kelelawar buah.
Akan tetapi, investigasi pada wabah Marburg pertama menyatakan bahwa African green monkeys (Cercopithecus aethiops) yang diimpor dari Uganda merupakan sumber penularan ke manusia.
Potensi penularan dari hewan kepada manusia dapat terjadi melalui kontak dengan cairan tubuh (air liur, tinja dan urin) dari hewan yang terinfeksi virus Marburg.
Diagnosis penyakit virus Marburg dapat dilakukan melalui pemeriksaan laboratorium yang meliputi antibody-capture enzyme-linked immunosorbent assay (ELISA), tes deteksi antigen-capture, serum neutralization, reverse-trancriptase polymerase chain reaction (RT-PCR), electron microcopy, dan isolasi virus dengan kultur sel.
Sampai saat ini belum ada pengobatan yang spesifik untuk penyakit virus Marburg. Pengobatan lebih bersifat suportif dan mengobati gejala (simptomatif)
Pada beberapa kasus, virus Marburg dapat bertahan pada tubuh manusia setelah sembuh dari penyakit virus Marburg, terutama pada testis dan di dalam mata.
Pada perempuan yang sedang dalam keadaan hamil, virus Marburg dapat bertahan di plasenta, cairan amniotik, dan fetus. Sedangkan pada perempuan yang sedang menyusui, virus Marburg dapat bertahan di air susu ibu (ASI).
Sampai saat ini belum ada vaksin untuk penyakit virus Marburg. Pada Mei 2020, European Medicines Agency (EMA) telah memberikan otorisasi pemasaran kepada Zabdeno dan Mvabe untuk Penyakit Virus Ebola. Kedua jenis vaksin ini berpotensi melindungi seseorang terhadap penyakit virus Marburg, namun efektivitasnya belum terbukti dalam uji klinis.
Penyakit virus Marburg merupakan penyakit demam berdarah yang disebabkan oleh virus Marburg (termasuk dalam famili filovirus yang merupakan satu famili dengan virus Ebola) yang dapat ditularkan dari kelelawar dan antar manusia. Penyakit ini bersifat jarang namun dapat mengakibatkan wabah dengan angka kematian yang besar.
Update: 22 Maret 2023. FAQ ini akan diupdate sesuai dengan perkembangan situasi.
KLIK DISINI UNTUK MENGUNDUH PDF
Sumber:
KEMENTERIAN
KESEHATAN RI
Direktorat Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit
Direktorat Surveilans dan Kekarantinaan Kesehatan
Tim Kerja
Penyakit Infeksi Emerging
Gedung Adhyatma
Lantai 6
Jl. H.R. Rasuna Said Blok X.5 Kav. 4-9, Kota Jakarta Selatan, DKI Jakarta 12950
Berlangganan
Jangan Lewatkan Berita terbaru Media informasi penyakit infeksi emerging
Korespondensi :
infeksiemerging@kemkes.go.id