Kemajuan dan Pengembangan Vaksin Penyakit Virus Ebola (PVE)

19 Sep 2018 | Admin Penyakit Virus Ebola (PVE) pertama kali ditemukan pada tahun 1976 dari dua outbreak yang terjadi bersamaan yaitu di sebuah daerah terpencil di Sudan dan sebuah desa yang terletak dekat sungai Ebola di Republik Demokraktik Congo (DRC). Lokasi inilah yang kemudian menjadikan nama ini sebagai penyakit Ebola atau virus Ebola. Sumber virus Ebola belum diketahui secara pasti, namun berdasarkan bukti yang ada, diperkirakan kelelawar pemakan buah (Pteropodidae) adalah host dari virus ini. Virus Ebola termasuk kedalam genus Filovirus, dimana infeksi virus dalam genus ini  dapat menyebabkan kematian hingga 90%. PVE endemis di beberapa negara di Afrika seperti Democratic Republic Congo (DRC), Gabon, South Sudan, Afrika Selatan, dan Republic of Congo. Hingga saat ini belum ditemukan vaksin dan pengobatan spesifik untuk PVE, hal ini disebabkan oleh PVE yang muncul secara sporadic. Namun, potensi terjadinya pandemi PVE sangat besar, mengingat PVE yang mudah menular dan adanya mobilitas tinggi masyarakat dunia. Oleh karena itu, outbreak besar PVE yang terjadi pada akhir Desember tahun 2014 – Desember 2015 memberikan pelajaran bagi dunia bahwa dibutuhkan vaksin dan pengobatan PVE. Pengembangan vaksin PVE dimulai sejak tahun 1996, pengenalan vesicular stomatitis virus (VSV) sebagai bahan dasar utama dalam pembuatan vaksin PVE oleh Rose’s group di Universitas Yale,  Amerika Serikat. Dua tahun selanjutnya pengembangan VSV menjadi VSV-EBOV dilakukan oleh Feldmann, Klenk and Volchko. Pada tahun 2003 pengembangan vaksin dilakukan dengan menghapus glikoprotein sehingga VSV-EBOV diganti menjadi VSVΔG-ZEBOV-GP. Tahun 2010 Badan Kasehatan Kanada memberikan lisensi keamanan kepada NewLink untuk memproduksi vaksin tersebut.  Namun, pada tahun 2017 Merck mendapatkan lisensi dari NewLink atas vaksin rVSVΔG-ZEBOV-GP yang kemudian lebih dikenal dengan Merck’s V-920. [1] Kandidat kedua vaksin PVE yang saat ini sedang dikembangkan adalah Ad26-ZE- BOV/MVA-BN-Filo prime-boost,  vaksin yang sedang dikembangkan oleh Janssen Vaccines & Prevention B.V.[2] Merck mengakui perizinan untuk memasarkan rVSV-ZEBOV dari NewLink, serta pendanaan sudah tersedia untuk pengujian klinis calon vaksin Ebola yang menjanjikan. Meskipun telah terjamin keamanannya, vaksin ini mempunyai efek samping yaitu nyeri sendi yang terjadi pada fase I atau fase II. Dengan demikian, penggunaan vaksin ini sudah efektif. kemudian dilakukan uji coba kembali pada fase III pada orang dewasa yang sehat dengan pemberian dosis rendah dan dosis tinggi. Penelitian ini bertujuan untuk memeriksa keamanan dan melihat efek samping dari yang ringan hingga sedang. Sebuah percobaan eksperimental vaksin Ebola dengan menggunakan rVSV-ZEBOV pernah dilakukan di Guinea pada saat terjadi outbreak besar pada tahun 2015. Sebanyak 11.841 orang terlibat di dalam percobaan ini, 5837 diantaranya mendapatkan vaksinasi. Tidak ada laporan kasus PVE selama sepuluh hari setelah vaksinasi pada kelompok yang mendapatkan vaksin sedangkan pada kelompok yang tidak mendapatkan vaksinasi sebanyak 23 kasus PVE dilaporkan. Hal ini menunjukkan efektivitas vaksin rVSV-ZEBOV yang cukup tinggi pada percobaan ini.[3] Vaksin Vesicular Stomatitis Virus (VSV) yang merupakan isi vaksin untuk melawan penyakit Ebola, telah dilakukan uji coba klinis untuk keamanan dan kemanjuran vaksin tersebut. Diharapkan adanya penelitian lanjutan terhadap vaksin virus Ebola serta meminimalisir efek samping yang terjadi untuk kemajuan pengobatan yang lebih baik di masa yang akan datang. ---- 1 Matthias J. Schnell.2017. Progress in Ebola Virus Vaccine Development. The Journal of Infectious Diseases Vol.215 2 Epeland et.al. 2018. Safeguarding against Ebola: Vaccines and therapeutics to be stockpiled for future outbreaks. PLOS, Neglected.Tropical Disease. Diakses melalui http:/doi.org/10.1371/journal.pntd.0006257 3 WHO. 2018. Ebola Virus Disease. Diakses melalui http://www.who.int/news-room/fact-sheets/detail/ebola-virusdisease